Wednesday, February 24, 2010

Sate Maranggi Sapi Khas Pasawahan & Rujak Buah Huni Yang Pikabitaeun

Suatu hari aku dan anakku yang laki-laki pergi ke Pasawahan menggunakan sepeda motor. Sengaja aku mengambil rute jalan Sadang melewati jembatan layang menuju Munjul, lalu masuk ke jalan yang nanti tembus ke daerah Citalang.
Anakku menyebut rute tersebut Jalan Sungai, hal ini dikarenakan jalur tersebut menyusuri sungai irigasi. Di sebelah kanan sungai merupakan sawah-sawah yang terbentang sangat luas, sedangkan sebelah kiri sungai yaitu jalan raya yang kami lalui. Tapi tunggu dulu.. di sebelah kiri jalan yaitu lahan persawahan yang juga sangat luas.
Melalui Irigasi ini kita dapat melihat dampak yang terjadi akibat musim yang melanda daerah ini. Contohnya ketika musim kemarau yang nampak di sungai hanyalah sampah dan tanah yang cukup membuat sungai menjadi dangkal. Udara yang sangat kering, walaupun angin berhembus cukup kuat di tempat itu tapi tidak membuat kita segar. Sawah-sawah yang menjadi tulang punggung kehidupan petani di tempat tersebut menjadi kering sehingga tidak ditanami oleh mereka. Hal ini disebabkan karena ladang mereka sangat tergantung pada saluran irigasi yang berada di sana. Cukup sulit bagi mereka jika hanya mengandalkan air hujan. Tapi kadang solusi adanya irigasi pun kadang tidak dapat membantu memecahkan masalah air bagi ladang patani. Karena ada pembagian jatah air yang mungkin kurang mencukupi bagi sawah mereka yang memang mengunakan air dengan
jumlah yang cukup banyak.
Tapi pemandangan yang digambarkan di atas akan berubah total ketika memasuki musim penghujan. Pada saat itulah yang memang sangat pas untuk menikmati suasana tempat tersebut. Walaupun hanya duduk di atas jok sepeda motor, tanpa makanan atau warung makan yang biasanya muncul di daerah yang memiliki pemandangan yang bagus dan memandang lepas ke arah selatan atau sebelah kanan jalan apabila dari arah Rawa. Sangat indah apabila diibaratkan dengan lukisan cat warna. Sawah yang hijau terhampar bagai permadani yang lembut. Tower-tower selular pun menjadi pelengkap yang menurut saya menambah warna indah, tegak berdiri diantara warna hijau tua yang dominan. Di ujung persawahan dibatasi oleh pohon-pohon yang rindang, bangunan-bangunan rumah yang warnanya menyatu dengan hijau, dan warna merah putih dari tower BTS yang mempermanis suasana.
Oh iya.. sampai lupa, setelah melalui saluran irigasi tibalah kita ke Desa Margasari Cihuni. Awas jangan sampai salah jalan. Karena ada jalan ke Cikolotok yang merupakan tempat pembuangan sampah terakhir. Nanti bukannya makanan yang didapat tapi malah ketemu Magot (bener ga ya spellingnya, soalnya males buka kamus apalagi kamus ol.. pokoknya yang artinya Belatung aja deh.. hiii). Di Desa Cihuni, Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta, tepatnya di Cihuni lebak terdapat Saung Maranggi dan Sop Sapi.. wuiiih mulai ke makanan niih.. Saung tersebut milik Abah Use, tapi saya mah manggilnya Mang Duse.. hmm sok kenal yaa..?! Eh, tadi judulnya tentang Sate Maranggi dan Rujak Buah Huni tapi kok malah ngomongin soal saluran irigasi siih..
Eitt.. ntar dulu, ini adalah journey (kata Samantha Brown mah..) atau perjalanan saya menuju.. Sate Maranggi dan Rujak Buah Huni tersebut.
Naah, setelah memesan maranggi seratus tusuk dan sop sapinya yang luueezzattss sekali dan membungkusnya (rencananya mau mayoran di rumah Emih saya) maka kami (maksudnya saya sama anak saya yang laki itu) melanjutkan perjalanan. Tapi setelah 200 m jalan, mataku yang memang sangat hapal dengan makanan yang enak melihat sekumpulan buah Huni yang sangat hitam (karena sudah matang di pohon) di etalase sebuah warung. Saya kaget ketika melihat buah Huni tersebut, karena sudah 15 tahun tidak pernah melihat apalagi memakan buah ini. Buah Huni atau Buni kata orang Jawa bilang, berbentuk biji-biji kecil yang berdiameter 1 cm, dengan daging buah yang sedikit dan memiliki biji yang cukup besar. Buah Huni yang matang berwarna hitam keunguan dengan rasa yang sangat manis dan meninggalkan warna ungu di lidah, sedangkan yang belum matang berwarna merah atau putih kehijauan dengan rasa yang sangat asam. Buah Huni cocok untuk dibuat rujak untuk ibu-ibu yang sedang ngidam (padahal saya yang engga ngidam suka juga..) dengan penambahan terasi,garam, gula merah, dan cengek. Di jamin seuhah dan ingin mencoba kembali.
Ternyata di Desa Cihuni Lebak memang masih banyak penduduk yang memiliki pohon Huni. Jadi apabila anda penasaran ingin mencicipi rujak buah Huni atau hanya mencicipi buah Huninya saja anda bisa mencari saya(soalnya saya juga pengen ngerujak buah Huni lagi..) kita bersama-sama hunting buah yang langka ini.
Dan akhirnya perjalanan saya hari itu bersama jagoan cilikku (bukan Adi Bing Slamet y..) diakhiri dengan makan maranggi dan ngerujak huni bersama dengan keluarga saya yang di Pasawahan.
Maaf sebelumnya bagi pembaca sekalian, photo yang merupakan pelengkap cerita saya belum dapat saya tampilkan. Sabar sebentar y..

No comments:

Post a Comment